Menu Navigasi

Gus Miek yang Penasaran dengan sandal Nabi Khidir

Kode Iklan Atas Artikel


 Salah satunya cerita tentang sandal Nabi Khidir. Kisah ini terjadi ketika Gus Miek nyantri kepada KH Dalhar, Watucongol, Magelang. Kiai Dalhar adalah salah satu mursyid tarekat Syadziliyah dan sesepuh pesantren Darussalam.

Awal kedatangannya di Watucongol pada 1954, Gus Miek tidak langsung mendaftarkan diri menjadi santri, tetapi hanya memancing di kolam pondok yang dijadikan tempat pemandian.

Hal itu sering dilakukannya pada setiap datang di Watucongol kebiasaannya memancing tanpa memakai umpan, terutama di kolam tempat para santri mandi dan mencuci pakean, membuat Gus Miek terlihat seperti orang gila bagi orang yang belum mengenalnya. Setelah beberapa bulan dengan hanya datang dan memancing di kolam pemandian, ia lalu menemui KH. Dalhar dan meminta izin untuk belajar.

“Kiai, saya ingin ikut belajar kepada kiai,” kata Gus Miek ketika itu.
“Belajar apa tho, Gus, kok kepada saya,” tanya KH. Dalhar.
“Saya ingin belajar Al Qur’an dan kelak ingin saya sebarkan,” jawab Gus Miek dengan mantap.

KH. Dalhar akhirnya mau menerima Gus Miek sebagai muridnya, khusus untuk belajar Al Qur’an. Akan tetapi, Gus Miek tidak hanya sampai di situ saja, ia berulang kali juga meminta berbagai ijazah amalan untuk menggapai cita-cita, tanggung jawab, dan ketenangan hidupnya.

Seolah ingin menguras habis semua ilmu yang ada pada KH. Dalhar, terutama dalam hal kepasitas KH. Dalhar sebagai seorang wali, mursyid tarekat, dan pengajar Al Qur’an.

Gus Miek juga seolah ingin mempelajari bagaimana seharusnya menjadi seorang wali, apa saja yang harus dipenuhi sebagai seorang mursyid, dan seorang pengajar Al Qur’an.

Setiap kali Gus Miek meminta tambahan ilmu, KH. Dalhar selalu menyuruh dia membaca Al Fatehah. Apa pun bentuk permintaan Gus Miek, KH. Dalhar selalu menyuruhnya mengamalkan Al Fatehah.

Ketika menjadi murid KH Dalhar, Gus Miek mempunyai kebiasaan untuk membersihkan sandal gurunya tersebut. Hampir setiap hari hal tersebut dilakukan oleh pendiri Majlis Dzikrul Ghofilin itu.

Suatu saat Gus Miek kaget ketika di depan kamar KH Dalhar ketika akan membersihkan sendalnya. Di depan kamar ada dua pasang sendal yang sama persis bentuk dan ukurannya. Gus Miek menjadi bingung karena tidak bisa membedakan.

Tangkai penjepitnyapun juga sama. Di tengah kebingungannya itu Gus Miek akhirnya mengambil keputusan untuk membersihkan kedua pasang sandal itu.

Rasa penasaran menggelanyut dalam benaknya. Sandal kepunyaan siapa ini, kok persis dengan sendal milik guru? Gus Miek akhirnya mempunyai niat untuk menunggu pemilik sendal yang persis kepunyaan gurunya itu.

Dengan sabar Gus Miek menunggu tamu tersebut keluar. Namun lelah menunggu, Gus Miek akhirnya menjadi terkantuk-kantuk. Matanya pun terpejam sejenak. Namun ketika matanya terbuka kembali Gus Miek terkejut. Sendalnya tinggal satu pasang.

Lalu dengan rasa penasaran Gus Miek kemudian mengejar tamu yang memakai terompah itu. Dalam benaknya tamu tersebut belumlah jauh, karena dirinya hanya tidur sejenak. Dengan menelusuri pondok, Gus Miek mencari pemilik sendal yang membuat dirinya penasaran. Namun hasilnya nihil.

Esok harinya, Gus Miek menemui KH. Dalhar seusai solat di masjid. Kemudian bertanya tentang siapa sesungguhnya pemilik sendal yang membuatnya penasaran.

“Maaf, Guru, tamu Guru tadi malam itu siapa?” tanya Gus Miek. Namun Kiai Dalhar tidak menjawabnya. Sikap diam itu membuat Gus Miek penasaran dan mengikuti Kiai Dalhar hingga depan kamarnya.
Hal itu sama dilakukan pula oleh Gus Miek ketika saat tiba waktu shalat Maghrib dan Isya. Gus Miek masih penasaran dengan pemilik sendal yang menjadi tamu Kiai Dalhar.

Baru setelah sholat Isya Gus Miek mendapatkan jawaban. Lewat pembantunya Kiai Dalhar mengatakan bahwa sendal tersebut adalah milik Nabi Khidir. Gus Miek pun puas dan berajanak dari depan kamar Kiai Dalhar. Sumber: Islami.co

Kode Iklan Bawah Artikel
Bagikan ke Facebook

Artikel Terkait

Tidak ada artikel lain dengan kategori serupa.
Kode Iklan Tengah Artikel